Skizofrenia adalah gangguan mental kronis dan kompleks yang memengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang. Sebagai salah satu jenis penyakit mental yang serius, skizofrenia seringkali disalahpahami dan dikaitkan dengan stigma negatif. Padahal, dengan pemahaman yang tepat dan penanganan yang komprehensif, individu dengan penyakit mental ini dapat menjalani kehidupan yang lebih baik.
Data statistik dari Federasi Kesehatan Mental Dunia (WFMH) yang dipublikasikan pada tanggal 7 April 2025, menunjukkan bahwa skizofrenia mempengaruhi sekitar 1% populasi di seluruh dunia, tanpa memandang latar belakang budaya, ras, atau status sosial ekonomi. Gejala utama dari penyakit mental ini dapat diklasifikasikan menjadi gejala positif (seperti halusinasi pendengaran atau visual, delusi yang tidak realistis, dan gangguan pola pikir), gejala negatif (seperti menarik diri dari interaksi sosial, kurangnya motivasi, dan kesulitan mengekspresikan emosi), serta gangguan kognitif (seperti masalah dengan memori, perhatian, dan fungsi eksekutif).
Dr. Budi Santoso, seorang spesialis kejiwaan di Rumah Sakit Cempaka Putih Jakarta, dalam sebuah seminar komunitas pada hari Minggu, 4 Mei 2025, menegaskan bahwa skizofrenia bukanlah hasil dari kelemahan karakter atau kesalahan pengasuhan. “Skizofrenia adalah penyakit mental yang multifaktorial. Penelitian menunjukkan adanya peran faktor genetik, ketidakseimbangan neurotransmitter di otak (terutama dopamin dan serotonin), serta pengaruh lingkungan dan stres dalam perkembangan penyakit ini,” jelasnya. Dr. Budi juga menekankan bahwa diagnosis dini dan intervensi yang komprehensif sangat krusial dalam meminimalkan dampak jangka panjang dari skizofrenia.
Proses diagnosis skizofrenia melibatkan serangkaian evaluasi yang dilakukan oleh profesional kesehatan mental, termasuk wawancara klinis, riwayat психиатрический, dan terkadang pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan kondisi medis lain. Penatalaksanaan penyakit mental ini umumnya melibatkan kombinasi farmakoterapi (penggunaan obat antipsikotik untuk mengelola gejala psikotik), psikoterapi (seperti terapi perilaku kognitif dan terapi keluarga untuk membantu pasien dan keluarga mengatasi tantangan yang dihadapi), serta dukungan psikososial (termasuk pelatihan keterampilan sosial dan vokasional untuk membantu pasien berfungsi dalam kehidupan sehari-hari). Dengan pendekatan holistik dan dukungan yang berkelanjutan dari keluarga, teman, dan tenaga kesehatan, individu dengan skizofrenia memiliki harapan untuk pemulihan dan kualitas hidup yang lebih baik. Meningkatkan kesadaran dan mengurangi stigma terhadap penyakit mental seperti skizofrenia adalah tanggung jawab kita bersama.